Perjalanan Menuju Self-Love dalam Kehidupan Sehari-Hari

Sejak beberapa tahun terakhir, saya belajar bahwa self-love bukanlah sesuatu yang hanya dimiliki orang tertentu atau ketika hidup berjalan mulus. Self-love, bagi saya, adalah serangkaian kebiasaan kecil yang saya pilih setiap hari: menutup laptop tepat waktu, memilih makanan yang menenangkan tubuh, memberi diri izin untuk tidak selalu tampil sempurna. Pada awalnya terasa kaku, seperti menimbang diri di timbangan yang selalu salah. Namun perlahan, kedamaian itu datang lewat ritme keseharian: napas panjang saat bangun, mata yang menatap cermin dengan humor, dan tawa kecil ketika ternyata lipstik yang saya pakai terlalu kalem di bibir saya sendiri. Di sinilah perjalanan mulai terasa nyata, tidak retorika di atas kertas, tetapi benang halus yang menghubungkan pagi hari dengan malam yang tenang.

Apa arti self-love dalam keseharian?

Self-love bukan egoisme, melainkan cara merawat diri agar bisa merawat orang lain dan pekerjaan dengan lebih tenang. Ia menyelamatkan saya dari perangkap semua harus sempurna. Ketika pekerjaan menumpuk, saya belajar bilang tidak pada hal-hal yang tidak bisa saya selesaikan sekarang, sambil menawarkan diri untuk membantu diri sendiri: “Kamu sudah melakukan yang terbaik hari ini.” Sore-sore saya suka berjalan kaki di sekitar kompleks, memegang secangkir teh, dan membiarkan pikiran melayang tanpa menilai diri sendiri terlalu keras. Saya mulai melihat bahwa perawatan diri juga berarti memberi ruang bagi kegembiraan kecil: senyum saat menemukan bunga liar di pot plastik, atau menertawakan diri sendiri ketika hoodie kebesaran membuat saya terlihat seperti karakter komedi di serial pagi.

Perjalanan pribadi yang tidak selalu mulus

Dulu saya hampir kehilangan arah ketika karier tidak seperti yang saya bayangkan. Postingan orang lain di media sosial tampak mulus, sedangkan saya meratapi hari-hari tanpa arah. Namun kegagalan kecil itu juga mengajarkan hal berharga: rasa aman tidak berasal dari pengakuan luar, melainkan dari kata-kata lembut yang saya ucapkan pada diri sendiri. Suasana rumah bisa berubah harga diri; misalnya, ketika hujan turun membuat mood jadi murung, saya menertawakan diri sendiri dengan suara pelan: “Tenang, cuaca tidak akan menilaimu.” Ada momen lucu: saya menumpahkan kopi di meja kerja, menatap noda itu sambil mengerutkan hidung, lalu tertawa karena reaksi saya sendiri terlalu dramatis. Dalam keheningan itu, saya belajar bahwa saya bisa mengendalikan reaksi, meskipun situasinya kacau.

Langkah-langkah kecil yang membangun harga diri

Langkah-langkah itu tidak perlu besar; mereka bisa berupa napas lima detik sebelum menyerang diri sendiri, atau memberi diri waktu untuk benar-benar merasakan emosi tanpa buru-buru menyingkirkannya. Pertama, saya mulai menulis tiga hal yang saya hargai tentang diri sendiri setiap malam. Kedua, saya belajar mengucapkan kata-kata lembut pada diri sendiri: “Kamu cukup.” Kadang terasa konyol, tapi efeknya nyata. Ketiga, saya menerapkan batasan sederhana: tidak memeriksa ponsel saat sarapan, memberi diri waktu untuk benar-benar menikmati momen tanpa membandingkan diri dengan orang lain. Keempat, ritual kecil seperti mandi dengan air hangat, minum teh hangat, atau membaca beberapa halaman buku favorit sebelum tidur. Saya juga menemukan inspirasi dari berbagai sumber, termasuk christinalynette, yang mengingatkan bahwa self-care bisa sesederhana menyiapkan smoothie warna-warni dan memberi ruang untuk perasaan yang muncul. Terkadang langkah-langkah itu terasa terlalu kecil untuk dicatat, namun ketika dilakukan berulang kali, mereka membentuk kebiasaan yang menenangkan denyut pagi dan malam saya.

Bagaimana mempertahankan momentum ketika hidup berubah?

Ketika hidup berganti arah—pekerjaan baru, pindah kota, atau perubahan hubungan—aku mencoba membawa pola sederhana: tetap berlatih self-talk yang lembut, menyesuaikan ekspektasi, dan menulis rencana kecil. Momentum bukan berarti tanpa gangguan, melainkan kemampuan untuk kembali ke prinsip yang sama meskipun jalurnya berbeda. Ada hari di mana aku bangun dengan perasaan tidak cukup baik, lalu memilih satu tindakan kecil: mandi, memakai pakaian yang membuat diri merasa kuat, atau berjalan kaki sepanjang jalan menuju pasar. Dengan langkah-langkah itu, harga diri tidak hilang sepenuhnya; ia hanya berubah bentuk, seperti retak halus pada keramik yang bisa ditempeli lagi dengan cat baru. Saya belajar bahwa self-love adalah investasi harian yang membebaskan saya dari tekanan berlipat ganda: saya tidak perlu sempurna untuk layak merasa dicintai, baik oleh orang lain maupun oleh diri sendiri.

Kini, setiap pagi saya mencoba mengingatkan diri sendiri bahwa perjalanan menuju self-love adalah proses yang panjang tetapi tidak perlu menunggu hari esok untuk dimulai. Ada kelegaan kecil ketika saya menyadari bahwa saya bisa memberi diri sendiri belas kasih, bahkan pada saat-saat sederhana sekalipun: tertawa ketika ejaan kata yang saya pilih salah, menaruh handuk di tempat yang benar tanpa drama, atau menutup buku ketika mata terasa berat dan memilih beristirahat. Kehidupan sehari-hari pun menjadi panggung kecil untuk latihan kasih pada diri. Dan saat suatu hari nanti saya melihat diri saya di cermin, mungkin akan ada senyum yang berbeda: tidak karena kesempurnaan, tetapi karena penerimaan yang tenang dan keberanian untuk tetap melangkah.