Jalan pulang itu nggak selalu soal jarak. Kadang aku pulang dari kantor, dari hubungan yang melelahkan, atau dari harapan yang belum jua tercapai. Ada satu malam ketika hujan ringan menemani langkahku pulang lewat trotoar yang licin — dan di situ rasanya ada yang berubah. Bukan drama besar, cuma bisik kecil yang akhirnya kupedulikan: siapa aku tanpa capaian, tanpa label, tanpa validasi orang lain.
Aku ingat menahan payung sambil menatap kota yang basah. Sepatu agak kotor, dompet tipis, dan playlist di telinga memutar lagu-lagu lama. Di momen itu aku sadar selama ini aku tak memberi ruang pada diriku sendiri untuk istirahat. Aku mengejar produktivitas seperti mengejar bus yang hampir pergi — takut ketinggalan. Menurutku, self-love sering disalahartikan sebagai manja; padahal mungkin cuma soal memberi ijin pada diri untuk tidak selalu tampil sempurna.
Di sebuah lampu merah aku berhenti, melihat refleksi wajahku di jendela mobil lewat. Wajahku letih, tapi mata masih ada sinar. Aku tertawa kecil, yah, begitulah — kadang lucu melihat dirimu sendiri mencoba tampil tegar. Aku mulai berbicara pelan kepada diri sendiri, seperti membisikkan afirmasi sederhana: “Kamu sudah cukup.” Suara itu terdengar aneh di awal, tapi lama-lama hangat, seperti kulit yang terkena sinar matahari setelah hari mendung.
Pulang pada akhirnya bukan soal kembali ke rumah fisik saja. Aku pulang pada rutinitas yang tak lagi menjadikan aku budak kritik internal. Aku pulang pada kebiasaan memasak untuk satu porsi dengan penuh perhatian, bukan sekadar makan untuk mengisi perut. Aku pulang pada pilihan membaca tulisan yang menenangkan, kadang dari blog yang kutemui tak sengaja, seperti tulisan di christinalynette yang mengingatkanku bahwa healing itu proses, bukan tujuan instan.
Mengasuh diri juga berarti menengok batasan. Dulu aku selalu mengiyakan, takut membuat orang kecewa. Sampai suatu saat aku pulang dengan kepala pusing, dan baru sadar bahwa “iya” yang sering kubilang tak selalu untuk kebaikanku. Sekarang aku lebih sering menimbang: apakah energi ini benar-benar untukku? Kalau tidak, aku belajarnya bilang tidak dengan lembut. Hasilnya: aku punya lebih banyak waktu untuk hal-hal kecil yang membuatku merasa utuh.
Aku bukan sempurna. Masih suka terperosok dalam kebiasaan lama yang buruk. Tapi perjalanan pulang itu mengajarkanku tentang kontinuitas: mencintai diri bukan sekali jadi, melainkan latihan harian. Ada hari buruk, ada hari baik. Ada juga hari di mana aku memilih stay in, menonton film lama sambil makan es krim. Itu juga boleh. Menurutku, salah satu tanda cinta pada diri sendiri adalah mengizinkan dirimu menikmati hal-hal sederhana tanpa rasa bersalah.
Kalau ditanya apa yang berubah, ini beberapa hal kecil yang kucoba terapkan: tidur lebih awal walau cuma 30 menit; rutin membuat daftar tiga hal yang membuatku bersyukur; menolak undangan yang menguras energi; dan menulis surat pendek untuk diri sendiri setiap minggu. Tindakan-tindakan ini terdengar sepele, tapi dampaknya nyata. Mereka seperti patok kecil yang menuntun pulang ketika aku mulai tersesat.
Akhirnya, aku belajar bahwa jalan pulang itu personal. Untuk sebagian orang pulang berarti reuni keluarga, untukku kini berarti merawat bagian yang dulu kukubur dalam-dalam. Aku ingin cerita ini menjadi pengingat sederhana: kamu boleh lelah, kamu boleh berhenti, dan kamu layak dicintai — terutama oleh dirimu sendiri. Jalan pulang mungkin panjang, tapi setiap langkahnya berharga.
Sambil menatap kalender bulan ini, aku sadar bahwa perjalanan menuju diri sendiri bukan sekadar checklist.…
Aku dulu sering merasa hidup berjalan sendiri tanpa arahan. Pagi-pagi aku bangun dengan kekhawatiran berlapis:…
Menemukan Suara Diri di Tengah Kebisingan Di kota yang selalu bergemuruh dengan sirene, notifikasi, dan…
Ketika gue mulai menata gaya hidup sebagai sebuah perjalanan, hidup terasa lebih manusiawi. Self-love akhirnya…
Informatif: Membangun Cinta Diri dari Perjalanan Perjalanan hidupku terasa seperti jalan setapak di tepi pantai:…
Gaya Hidup yang Menginspirasi Perjalanan Menemukan Cinta Diri Gaya Hidup Sehari-hari yang Menggerakkan Cinta Diri…